Oleh : Ust. Imam Mudzakkir,Lc
Seorang shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bernama Rib’i bin Amir radhiyallahu anhu saat diutus menghadap panglima perang Romawi bernama Rustum pernah ditanya oleh Rustum saat berada di istananya akan maksud kedatangannya, bukankah bangsa Arab telah banyak mendapatkan suplai kebutuhan makanan ?. Rib’i bin Amir radhiyallahu anhu menjawab : ‘ Allah Ta’ala mengutus utusan-Nya untuk membebaskan manusia dari penghambaan kepada sesama manusia menuju penghambaan yang sesungguhnya kepada Pencipta manusia, dan untuk menghancurkan kezhaliman berkedok agama menuju keadilan dibawah naungan Islam. Jawaban Rab’i bin Amir radhiyallahu anhu menggetarkan suasana istana Rustum. Sungguh luar biasa keberanian shahabat Rib’i bin Amir radhiyallahu anhu menyampaikan pesan yang sarat dengan makna. Inilah sesungguhnya sejarah emas generasi awal.
Ternyata, sejarah kehidupan manusia ketika sampai kepada puncak peradaban yaitu menjadi hamba Allah yang merdeka dan tidak terjajah lagi, tidak lepas dari peran para pahlawan. Akan tetapi saat ini hampir seluruh belahan dunia mengalami krisis, termasuk Negara Kesatuan Republik Indonesia, krisis yang dihadapi bukan hanya sebatas krisis ekonomi, tapi yang dikhawatirkan adalah terjadinya krisis kepahlawanan.
Di bulan Rabiul awwal ini mengingatkan pada lahirnya pahlawan pemberantas pola hidup jahiliyah, sebab saat ini dunia secara umum dan Jazirah arab secara khusus dilanda virus jahiliyah, yaitu virus tidak mengenal hakikat ketuhanan dan kehidupan tak bermoral dan beretika. Pahlawan itu adalah Nabiyullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kurang lebih 23 tahun virus jahiliyah dapat dipadamkan dan digantikan dengan cahaya Islam yang menghadirkan keadilan dan keberkahan.
Akan tetapi sepeninggal Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam muncul sebuah gerakan pemurtadan yang digalang oleh para nabi palsu, saat itulah Allah Ta’ala hadirkan sosok pahlawan yaitu Abu Bakar As-Shiddiq radhiyallahu anhu. Atas kegigihan Abu Bakar radhiyallahu anhu dan para shahabat dalam memegang prinsip yang ditanakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam gerakan pemurtadan dapat diberantas dan diperangi. Kegigihan dan keistiqamahan Abu Bakar radhiyallahu anhu pada prinsip yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tersurat dengan jelas dalam ungkapannya :
“Demi Allah, aku pasti akan memerangi siapa yang memisahkan antara kewajiban shalat dan zakat, karena zakat adalah hak harta. Demi Allah, seandainya mereka enggan membayarkan anak kambing yang dahulu mereka menyerahkannya kepada Rasulullah saw, pasti akan aku perangi mereka disebabkan keengganan itu”.( HR. Al-Bukhari : 7284 dan Muslim : 20).
Ketika Masjidil Aqsha yang menjadi tempat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam menjalani perjalan Isra’ dan Mi’raj bersama Malaikat Jibril alaihissalam yang berada di wilayah Syam (saat ini Palestina) dikuasai oleh orang-orang Romawi, maka hadirlah sosok pahlawanan yaitu Umar bin Khattab radhiyallahu anhu yang tampil bersama para shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membebaskan Masjidl Aqsha dari cengkeraman penjajah Romawi sehingga dikembalikan lagi fungsi dari Masjidil Aqsha.
Begitu pada suatu saat Masjidil Aqsha dirampas kembali oleh kaum salibis, maka Allah Ta’ala hadirkan pahlawan selanjutnya untuk merebut kembali dari tangan kaum salibis, pahlawan tersebut adalah Shalahuddin Al-Ayyubi rahimahullah. Ia adalah seorang pejuang islam berkebangsaan Kurdi.
Menghadirkan Jiwa Kepahlawanan
Terbersik dalam lintasan fikiran, apakah serial kepahlawanan hanya untuk bangsa tertentu saja ?, Tentu tidak, serial kepahlawanan terbuka untuk siapa saja, tidak terbatas untuk bangsa arab melainkan untuk bangsa yang lainnya. Karena sejarah telah mengukir banyak pahlawan yang datang dari non Arab yang berhasil membawa Islam pada puncak kejayaannya. Lantas bagaimana menghadirkan sosok pahlawan di masa mendatang ?.
Menurut hemat penulis, bahwa pahlawan itu tidak muncul dengan tiba-tiba, melainkan melalui proses yang memerlukan waktu dan tidak bisa dihadirkan secara instan seperti membalikkan tangan, karena bakat kepemimpinan dan kepahlawan yang dianugerahkan Allah Ta’ala jika tidak diasah dan ditumbuhkan maka tidak akan hadir jiwa kepahlawanan, proses tersebut adalah :
Melalui Pendidikan Islam yang benar.
Mencermati keberhasilan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam melakukan perubahan yang fenomenal merubah tradisi jahiliah yang sudah mendarah daging dengan konsep bersumber dari Allah Ta’ala dengan cepat hingga meluas di seluruh Jazirah Arab adalah melalui konsep pembinaan di rumah Al Arqam bin Abi Arqam.
Pola pembinaan di rumah Al Arqam bin Abi Arqam dilaksanakan menyeluruh dan seimbang di semua sisi yaitu sisi keyakinan dan ruhani (tarbiyah ruhiyah), sisi peningkatan kualitas intelektual dengan diajarkan ayat-ayat Al Qur’an dan titah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam guna membentuk pola fikir yang benar tentang ketuhanan dan alam semesta (tarbiyah aqliyah), termasuk peningkatan kualitas fisik (tarbiyah jasadiah).
Tarbiyah ruhiyah sangat perlu menjadi perhatian, karena tarbiyah ruhiyah ditujukan untuk membentuk kecerdasan spiritual, karena kecerdasan intelektual yang tidak dibarengi dengan kecerdasan spiritual akan menghadirkan pemikir yang jauh dari nilai-nilai moral. Sebab itulah ibu dari Sufyan bin Uyainah saat menyerahkan anaknya kepada ulama untuk belajar menulis, ia berpesan kepada Sufyan bin Uyainah, wahai anakku, jika engkau menulis huruf-huruf Al Qur’an dan tidak bertambah rasa takutmu kepada Allah, maka ketahuilah bahwa ilmumu tidak bermanfaat.
Setelah mensinkronkan antara kebutuhan spiritual dan intelektual, maka upaya selanjutnya adalah mentarbiyah dari sisi fisik agar menjadi pribadi yang kuat dan tangguh, karena dengan memiliki kekuatan secara fisik akan menghadirkan kebaikan dan kecintaan Allah kepadanya, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :’ Orang mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada orang mukmin yang lemah, namun pada masing-masing (dari keduanya) ada kebaikan’
Sihhatul Ghayah (orientasi hidup harus benar).
Pada hakikatnya seluruh aktifitas hidup seorang muslim baik itu shalat, haji, berumah tangga, berbangsa dan bernegara hanyalah untuk Allah, Allah ingatkan komitmen kita tersebut dalam Al-Qur’an, Allah berfirman-Nya di surat Al An’am ayat 162 : Katakanlah (wahai Muhammad), sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam’.
As-Shidqu (kejujuran)
Untuk menjadi seorang pahlawan tidaklah mudah, harus memiliki sifat terpuji serta budi pekerti yang luhur diantaranya adalah kejujuran, maka untuk menjadi seorang pahlawan yang dicintai oleh Allah harus jujur terhadap janjinya kepada Allah, sebagaimana firman Allah di surat Al Ahzab ayat 23-24 :“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. Dan di antara mereka ada yang gugur, dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak mengubah (janjinya), agar Allah memberikan balasan kepada orang-orang yang benar itu karena kebenarannya, dan mengazab orang munafik jika Dia kehendaki, atau menerima tobat mereka. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang’.
Kebalikan dari sifat jujur adalah nifaq, sikap nifaq ini menghancurkan, karenanya shahabat Umar bin Al Khaththab radhiyallahu anhu yang sudah dijamin menjadi penghuni surga, masih was-was terhadap sikap nifaq, karenanya ia bertanya kepada Hudzaifah radhiyallahu anhu yang mengetahui daftar orang-orang munafiq, seraya bertanya : ‘ Wahai Hudzaifah, apakah Umar termasuk dalam daftar nama-nama orang munafik atau tidak?’, Hudzaifah karena terdesak ia berkata, Pergilah wahai Umar, tidak ada namamu di dalamnya’.
Asy-Syaja’ah (Keberanian)
Tidak mungkin seseorang menjadi pahlawan kalau tidak memiliki sikap berani, sebab harus berani berjuang guna menegakkan kebenaran dan menumpas kebathilan, karena para pahlawan adalah mereka yang berjuang di jalan Allah serta tidak takut celaan orang yang mencela, maka hakikatnya mereka memiliki sifat keberanian tanpa diiringi rasa takut dan gentar kepada siapapun yang mencelanya.
Penutup
Pembaca yang budiman. Tulisan sederhana ini tidak akan berpengaruh sedikitpun kalau tidak memiliki semangat untuk mengambil peran sesuai dengan anugerah Allah pada masing-masing pribadi, karena itu semangat yang harus selalu dihadirkan adalah seruan Allah Ta’ala untuk berlomba-lomba dalam kebaikan, semuanya berlomba untuk menghadirkan jiwa kepahlawanan di semua bidang, termasuk menghadirkan keturunan yang menjiwai jiwa kepahlawanan sehingga ikut terlibat menghadirkan kebaikan dan perubahan untuk menjadi lebih baik sebuah keharusan. Wallahu a’lam.