Sentil Audiens Wisuda Quran dengan Surat Abasa

Syeikh Muammar dari Yaman

 

SYEIKH Muammar mengawali tausiyah Wisuda Quran V Ibnu Katsir (Ibka), Ahad (30/6), dengan membaca beberapa ayat awal Surat Abasa. “Sebagian ahli Quran menamai Surat Abasa ini dengan nama Surat Buta. Tahukah Anda apa makna buta?” tanya Syaikh Muammar, dengan diterjemahkan Ustadz Neman Agustono.

Menurut Syeikh Muammar, buta itu adalah ketidakmampuan melihat sesuatu di sekitarnya. Semua gelap. Orang yang dikisahkan di awal Surat Abasa ini bernama Abdullah bin Ummi Maktum. Seorang sahabat yang tidak terlalu dikenal di sirah, tapi diangkat kisahnya dalam Alquran.

Abdullah bin Ummi Maktum awalnya tidak tinggal di Madinah. Ayahnya tidak diketahui siapa namanya. Karena itu, namanya dinisbatkan kepada ibunya: Ummi Maktum. Keingintahuannya yang tinggi terhadap Alquran, membuat Abdullah bin Ummi Maktum bertekad datang ke Madinah. Tujuannya tak lain menemui Rasulullah dan minta diajari Alquran.

Kisah selanjutnya semua bisa disimak di Alquran dan diuraikan detail di berbagai kitab tafsir. “Lalu apa yang terjadi dengan Abdullah? Dia menjadi sahabat Rasulullah yang ahli Alquran, meski tidak terlalu terkenal di kalangan sahabat,” sambung Syeikh Muammar.

Karena penguasaannya terhadap Alquran, kata Syeikh Muammar, Allah angkat derajat Abdullah. Meski buta, saat Rasulullah jihad keluar Madinah, yang mendapat amanah menjadi imam shalat di Masjid Nabawi adalah Abdullah bin Ummi Maktum. “Bukan hanya imam shalat, tapi juga menjadi khalifah selama Rasulullah di medan jihad,” ujarnya.

“Dan tahukah Anda di mana Abdullah bin Ummi Maktum meninggal dunia? Dia meninggal di medan jihad. Meski buta dan secara syariat mendapat dispensasi boleh tidak berjihad, Abdullah tetap berangkat ke medan jihad. Buta, ahli Quran, dan gugur sebagai syahid. Lalu, sebenarnya siapa yang sejatinya buta? Kitalah yang buta,” sindir Syeikh Muammar.

Karena itu, Syeikh Muammar mengajak siapa pun untuk meningatkan interaksi dengan Alquran. Baik dengan membacanya, memahami maknanya, mengajarkan, dan mengamalkannya. (*)