Ramadan Generasi Terbaik

notulensi Majlis Dhuha edisi maret oleh Arrini Syahadah

Siapakah generasi terbaik itu? tentu tidak ada pilihan lain ketika berbicara generasi terbaik kita akan teringat pada sebuah hadits, 

خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ

“Sebaik-baik manusia ialah pada generasiku, kemudian generasi berikutnya, kemudian generasi berikutnya.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 3651, dan Muslim, no. 2533)

Mereka itulah tiga generasi terbaik, generasi Rasulullah, generasi sahabat, dan generasi tabi’in. Semakin dekat dengan manusia terbaik, maka semakin baik masa itu, semakin baik pula orang-orang yang ada di dalamnya. Disampaikan oleh Imam Malik, akhirnya umat ini, generasi kita saat ini yang hidupnya 1400 tahun lebih setelah Rasulullah wafat, tidak akan bisa menjadi baik kecuali kita mengikuti generasi terbaik. Maka teladan terbaik yang menjadi panutan kita adalah orang-orang terbaik pada zaman itu. 

Salah satu hal yang perlu kita teladani yakni mengikuti bagaimana Rasulullah, para sahabat, tabi’in menjalankan Ramadhan, tidak menutup kemungkinan sebenarnya jika kita lihat saat ini banyak  program-program kebaikan yang dulunya belum ada di zaman itu dan saat ini sudah ada inovasi terbaru maka kita bisa ambil kebaikan di dalamnya, dengan tetap menjaga syariat, dan kita perlu mengetahui ilmuya. Lalu apa yang membedakan ramadhan kita saat ini dengan generasi zaman dulu?

POV (Point Of View) para sahabat melihat hakikat ramadhan, awal ramadhan bagi generasi terbaik bukan hanya sekedar berbuka puasa, terhidang berbagai makanan lezat, ta’jil, namun di maknai oleh Rasulullah sebagai anugerah  terbesar dari Allah karena dibukanya pintu-pintu ibadah, pintu-pintu keberkahan dan kebaikan. Sebagaimana di terangkan dalam hadits, “Jika telah datang bulan Ramadhan, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu” [Muttafaqun ‘alaihi]. Ini adalah kesempatan besar bagi kita untuk memperbanyak amal ibadah, jika zaman sekarang akhir ramadhan lebih banyak memikirkan makanan, baju baru, kue lebaran, sedangkan ramadhan generasi terbaik melihat akhir ramadhan dengan mengevaluasi diri, amal apa yang belum di lakukan saat bulan ramadhan. 

Apa yang kita cari pada saat bulan ramadhan? Apakah hanya sekedar rahmat, ampunan dan pahala saja? Mari kita lafadzkan kembali firman Allah dalam surat Al- baqarah : 138, 

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” Ternyata, bulan ramadhan bukan sekedar kita ingin mendapat rahmat, ampunan, dan pahala saja, namun Allah menjanjikan itu semua karena mengajarkan pada kita agar menjadi orang-orang bertaqwa. 

Sejauh mana kita memaknai puasa itu sendiri? Zaman sekarang orang-orang memaknai puasa hanya sekedar menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa, dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Sedangkan pada generasi terbaik, mereka tidak sekedar menahan untuk tidak makan, minum, tetapi mereka memahami penuh, bahwa hakikat berpuasa adalah satu-satuya ibadah yang menjadi hadiah terbaik, ibadah yang khusus hanya untuk Allah SWT semata. Bukan berarti shalat kita, ngaji kita tidak untuk Allah, akan tetapi prihal puasa ini adalah ibadah yang khusus antara seorang hamba dengan Rabb nya. Bahkan tidak ada satu pun hadits yang menerangkan berapa ganjaran pahala bagi orang-orang yang berpuasa, karena ia adalah ibadah istimewa. Kado terbaik ketika kita menjumpai bulan ramadahan adalah menjadikan puasa kita sebagai puasa terbaik yang kita persembahkan hanya kepada Allah SWT.

Para ulama zaman dahulu memaknai puasa sebagai amalan yang rahasia atau amalan sir, ada sebuah kisah seorang ulama yang berpuasa selama puluhan tahun, namun istrinya tidakmengetahui bahwa ia sedang berpuasa, karena ia ingin menjaga bagaimana puasa ini khusus bagi dia dengan Rabbnya. Mari kita latih diri kita di bulan ramadhan untuk memiliki amalan khusus yang akan menjadi amal andalan kita, bisa dengan shalawat, shodaqoh, istighfar, dan amalan lainmya tanpa ada orang lain yang mengetahui kecuali kita dengan Allah. 

Puasa juga dapat melatih kesabaran, perlu kita pahami bahwa puasa adalah setengah dari kesabaran. Bisa kita ibaratkan, jika kesabaran itu satu gelas air, maka setengahnya itu adalah puasa. Sabar sendiri di bagi mejadi tiga macam menurut para ulama, yakni sabar dalam menahan diri dari hal-hal yang di haramkan Allah, kemudian sabar dalam menaati perintah-Nya, dan yang terakhir adalah sabar dalam merasakan sakit, dan susah payah.  Semua itu telah terangkum pada satu amalan, yaitu puasa. Berbahagialah bagi orang-orang yang bersabar, karena Allah menjanjikan ganjaran pahala bagi orang-orang yang bersabar, yakni pahala tanpa batas. saat kita berpuasa Allah melatih kita untuk senantiasa meregulasi kemarahan kita. Sebenarnya boleh saja kita marah, tapi marah yang berkualitas, lalu seperti apakah marah yang berkualiatas itu? ketika marahnya seseorang yang bersandar dan berdasar karena akhirat bukan karena hal sepele tentang dunia. Sejenak kita kroscek kepada hati kita, seringnya kita marah karena dunia atau akhirat? jika karena dunia berarti di hati kita dipenuhi hal-hal dunia, pun sebaliknya.

Ketika ramadhan, perkara yang mubah saja di tinggalkan apalagi yang haram?

Ada seorang ulama besar yang sejak baligh beliau tidak terlintas niat untuk mengerjakan perkara yang makruh, beliaulah Thoyyib Abdullah bin Husin bin Thohir. Sedangkan kita dengan hal-hal sederhana sering tidak terlintas dan tidak terpikirkan mana yang di sunnahkan dan mana yang di makruhkan atau bahkan di haramkan. Pada saat berpuasa kita dilatih untuk meninggalkan sesuatu yang haram, makruh bahkan yang mubah. Ada seseorang yang mengerjakan ibadah puasa, ia meninggalkan yang di mubahkan oleh Allah, tapi ia tidak meninggalkan yang di haramkan-Nya, sehingga ia berpuasa  hanya mendapatkan lapar dan haus dahaga.

Allah melipatgandakan pahala puasa kita ketika memberi ifthor kepada orang lain, pahala puasa kita tentu untuk diri kita sendiri, namun tatkala kita berbagi ifthar untuk orang lain, pahala puasa orang tersebut akan sampai kepada kita pula. Bagaimana ketika kita ingin memberikan ifthor tapi kita tidak memiliki harta lebih? Hanya sekedar berbagi air, kurma, susu, in syaa Allah cukup untuk kita mendapat pahala orang yang berpuasa. Berbagi itu indah, karena berbagi tak harus kita memiliki lebih. Para sahabat salafus sholih, memberikan contoh kepada kita bagiamana mereka senantiasa mengutamakan memberikan ifthor kepada saudaranya terlebih dahulu sebelum ia berbuka. Sahabat Ibnu Umar misalnya, ia tidak akan berbuka kecuali bersama para anak yatim, juga seperti kisah Imam Ahmad bin Hambal yang hanya memiliki 2 roti untuk berbuka, kemudian datanglah sahabat yang menanyakan apakah ia memiliki makanan, tanpa berfikir panjang Imam Ahmad memberikan dua roti itu kepada sahabatnya. Inilah potret orang terdahulu, bahwa mereka mengutamakan orang lain dalam hal memberi buka puasa. 

Ibadah qiyamul lail, ia adalah pengenab dari kesabaran, jika puasa adalah jihad di siang hari sedangkan qiyamul lail adalah jihad di malam hari. Qiyamul lail generasi terdahulu, sebagimana Rasulullah ketika melaksanakan qiyamulail beliau membaca surat Al-baqarah, Ali Imran, An nisa, pada zaman sahabat membaca setiap rakaatnya sebanyak 200 ayat, saat zaman tabi’in mereka membaca paling tidak 20 ayat setiap rakaatnya. Maka panjangkanlah bacaan kita dalam qiyamul lail, dalam tarawih kita, jika tidak mampu untuk menyamakan qiyamul lail kita dengan generasi terbaik zaman dahulu, maka ikutilah imam sampai ia selesai sehingga kita akan mendapatkan keutamaan qiyamul lail seperti shalat sepanjang malam. 

Umroh di bulan ramadhan memiliki keutamaan yang besar, ganjarannya sama denganpahala haji atau haji bersama Rasulullah, kalaupun kita belum di izinkan dan diberikan rezeki untuk berkunjung ke baitullah, maka Allah memberikan kabar gembira kepada kita, disampaikan dalam sebuah hadits, “ barang siapa yang shalat shubuh berjama’ah kemudian setelah shalat ia berdzikir sampai terbit matahari, lalu ia melaksanakan shalat dua rakaat, maka ia mendapatkan pahala seperti pahala umroh dan haji secara sempurna, sempurna.

Bagaimana tilawah kita ketika bulan ramadhan ? Para generasi terbaik diantara mereka ada yang khatam sekali, 10 kali, 20 kali, bahkan imam syafi’i mampu dalam satu bulan ramadhan mengkhatamkan Al-quran sebanyak 60 kali di luar shalatnya. Lalu bagaimana dengan kita?

Ramadhan juga mengajarkan kita sebuah kedermawanan, Rasulullah SAW adalah orang yang paling dermawan, namun ketika bulan ramadhan beliau lebih dermawan lagi, karena shodaqoh di bulan ramadhan adalah shodaqoh terbaik dan bisa berlipat ganda, bahkan bisa menjadi pahala wajib. Sekedar share info kebaikan saja kita bisa mendapatkan pahala yang semisal, jika ada seseorang yang tergerak karena itu. Wallahu A’lam Bishawab.