
oleh : Agus Rohmawan
Alhamdulillah, tak terasa, sudah 13 tahun Ibnu Katsir hadir membersamai masyarakat agar bisa lebih dekat dengan Al Qur’an. Jika berbicara usia lembaga, apalagi dibandingkan dengan pesantren-pesantren besar, tentu saja 13 tahun ini masih tergolong muda.
Namun lain cerita jika kita berbicara dari sisi usia dalam konteks membangun peradaban. 13 tahun adalah angka yang Allah ﷻ “pilih” secara khusus, sebagai titik mula munculnya peradaban cemerlang penuh cahaya.
Mari sejenak kita menengok 15 abad lalu. Kurang lebih 13 tahun Rasulullah ﷺ “mbabat alas” dakwah Islam di Mekkah. Menancapkan iman yang kokoh di hati-hati masyarakat padang pasir bukanlah hal yang mudah. Berbagai reaksi keras diterima Rasulullah ﷺ dari orang-orang Mekkah, berbagai siksaan kepada para sahabat, boikot kepadanya dan para pengikutnya, hingga rencana pembunuhan. Apalagi hanya celaan dan hinaan, itu sudah menjadi makanan beliau ﷺ sehari-hari. Itulah 13 tahun periode Mekkah.
Namun, setelah beliau ﷺ berhijrah ke Yatsrib yang kemudian dikenal dengan nama Madinah, satu persatu batu bata kegemilangan Islam mulai disusun. Tentu saja, segala pondasinya sudah selesai di Mekkah. Dengan pondasi yang kokoh, bangunan yang roboh berapa kalipun akan bisa dibangun kembali. Sebaliknya, bangunan se-berkualitas apapun tak akan bertahan jika pondasinya rapuh.
Berkaca dari sejarah, di usia ke 13 tahun ini, sudah seharusnya Ibnu Katsir menyongsong kegemilangan. Sudah cukup belajar melalui ‘Periode Mekkah’ sebagaimana Rasulullah ﷺ berdakwah.
Namun, benarkah kita sudah memiliki pondasi yang kokoh sebagaimana yang telah Rasulullah ﷺ bangun dalam diri kaum Muhajirin?
Memang benar, dalam waktu singkat ini Ibnu Katsir mengalami perkembangan luar biasa hingga bisa memiliki banyak cabang dan meraih ratusan prestasi. Namun, saya khawatir itu semua hanya keberhasilan yang semu. Apa artinya segala prestasi jika sholat saja masih harus diobrak-abrik? apa arti membanggakan banyak alumni hafal Al Qur’an jika selepas wisuda mereka tak bisa menjaga hafalan dengan berbagai alasan? Apalagi hingga mereka “melupakan” Al Qur’an? Naudzubillahi min dzalika.
Betapa menyedihkannya ketika mendengar dan mengetahui realita bahwa sebagian alumni hanya murojaah dengan serius untuk menyiapkan ‘Tamasya’ (Tasmi bersama masyarakat), sementara lebih dari 2 bulan tak mampu khatam tilawah Qur’an padahal sudah hafal ayatnya.
Allahul musta’an.
Jika dahulu Rasulullah ﷺ dan para sahabat hijrah setelah mereka tegap dengan keimanan, maka bagaimanapun kondisi kita sekarang, kami berharap kepada civitas Ibnu Katsir untuk menancapkan niat “berhijrah” di bulan Hurum Dzulqo’idah ini, apalagi kita akan menyongsong 1 Muharam 1446 H sebentar lagi.
Jika Rasulullah ﷺ dan para teladan terbaik berhijrah dengan meninggalkan kampung halaman dan harta benda, mari kita berhijrah dengan berusaha untuk mengurangi sedikit waktu bersantai (apalagi sekarang zaman gadget dengan segala aplikasinya yang melenakan) untuk “ngopeni” Al Qur’an dan lembaga yang InsyaAlloh barokah ini.
Lebih-lebih, untuk mengayomi masyarakat dengan Al Qur’an, sebagaimana nama ‘Ibnu Katsir’ yang kita nisbahkan kepada ulama Al Qur’an yang karyanya meng-abadi, dijadikan rujukan umat muslim se-dunia.
Kita harus yakini, bahwa orang-orang yang “ngrumat” Al Qur’an, maka hidupnya akan dirawat oleh Allah ﷻ. Jangan sampai waktu kita membuka aplikasi HP yang tak ada manfaatnya lebih banyak daripada waktu untuk berinteraksi dengan Al Qur’an.
Mari kita berhijrah, dari yang semula sholat masih harus diingatkan, menjadi bersegera saat mendengar adzan. Adzan itu konfirmasi keimanan kita. Apalagi yang laki-laki, semestinya untuk bersegera ke masjid. Jangan sampai kita bersegera mengangkat telpon dari manusia, namun menunda-nunda saat Allah ﷻ memanggil kita 5x setiap harinya.
Hayya ‘alash sholah, hayya alal falah. Tiada kemenangan yang hakiki kecuali diawali dengan ditegakkannya sholat di awal waktu.
Perbaiki sholat dan interaksi dengan Al Qur’an, kemudian wujudkan Al Qur’an dalam Akhlak keseharian kita, itulah target hijrah kita. Jika itu sudah selesai, insyaaAllah “periode Madinah” Ibnu Katsir akan Allah ﷻ tunjukkan jalannya.
Karenanya sekarang mari perbaharui keikhlasan, luruskan barisan dan bersungguh sungguh untuk
- Mencintai dan memuliakan Al Qur’an
- Menghafal dan mentadabburi Al Qur’an
- Mengamalkan dan mendakwahkan Al Qur’an
Semoga Alloh SWT meridloi dan merahmati kita semua dengan Al Qur’an sehingga kita kedepan akan semakin merasakan IBKA (Indah Bersama Kemuliaan Al-Qur’an)
Ushikum wa nafsi,
dari yang mencintai semua keluarga Qur’an karena Allah, Al Fakir
Agus Rohmawan