Ringkasan Materi KH. Dr. Abdul Haris, M.Ag oleh Husnaufairoh, Mahasantriwati Ibnu Katsir 2
Kalau bukan karena kebaikan Allah SWT, kita tak akan mampu merasakan nikmatnya pendengaran dan penglihatan. Jika bukan karena kasih sayang-Nya, hujan batu mungkin lebih layak bagi kita daripada hujan air yang turun dari langit. Jika bukan karena ampunan Allah yang sangat luas, mungkin kita sudah lama dipanggil kembali oleh-Nya.
Maka dari itu, ketika kita diminta untuk menghitung nikmat yang Allah berikan, logika kita tidak akan mampu menghitungnya karena begitu tak terbatas. Tak harus kaya untuk merasakan nikmat; kesehatan pun adalah salah satu nikmat yang sering kita abaikan.
Allah SWT telah berfirman dalam Al-Qur’an: اِنَّ الْاِنْسَانَ لَظَلُوْمٌ كَفَّار — “Sungguh, manusia itu benar-benar zhalim dan ingkar.” Ketika diberi nikmat, manusia kerap menggunakan nikmat itu untuk berbuat dosa. Ketika diberi rezeki, malah kufur daripada bersyukur. Namun, meski demikian, Allah tidak lantas berhenti memberi nikmat, karena salah satu sifat-Nya adalah Maha Pengampun dan Maha Penyayang. اِنَّ اللهَ لَغَفُوْرٌرَحِيْمِ
Ada kisah tentang seorang ahli ibadah yang hidup di gunung, jauh dari hiruk-pikuk dunia. Selama 500 tahun, ia habiskan harinya dengan ibadah dan hanya makan buah delima dari pohon yang ia tanam sendiri. Ketika ia wafat dan berada di hadapan Allah, Allah berkata, “Masuklah ke dalam surga-Ku atas rahmat-Ku.” Namun ia menjawab, “Tidak, ya Allah. Aku ingin masuk surga karena amalku, bukan karena rahmat-Mu.” Ketika ibadahnya dihitung, ternyata hanya cukup untuk menggantikan nikmat penglihatannya saja.
Maka, Allah pun menjelaskan bahwa ia mampu beribadah karena izin dan rahmat Allah SWT. Ini mengingatkan kita agar tidak sombong dalam beribadah, karena semua itu terjadi atas rahmat Allah yang memberi kita kekuatan.
Ibadah bukan hanya ritual di atas sajadah atau bacaan tasbih; semua perbuatan dan perkataan yang dicintai Allah SWT juga adalah ibadah. Rasulullah SAW pernah bersabda tentang seorang wanita yang rajin berpuasa di siang hari dan shalat malam, namun ia tidak bisa menjaga lisannya sehingga menyakiti hati tetangganya.
Rasulullah berkata, “Tidak ada kebaikan pada wanita itu, dan ia masuk neraka.” Betapa pentingnya menjaga perkataan dalam ibadah kita sehari-hari.
Dalam beribadah, kita perlu memahami tiga hal utama: ilmu, niat, dan ikhlas.
- Ilmu
Ibadah tanpa ilmu dapat tertolak. Kita perlu memahami cara, manfaat, dan rukun ibadah agar bernilai. Allah berjanji untuk meninggikan derajat orang yang berilmu. Dalam melakukan kebaikan, pada hakikatnya kita berbuat baik kepada diri sendiri. - Niat
Segala perbuatan bergantung pada niat. Bahkan perbuatan mubah bisa bernilai pahala jika niatnya benar. Niat perlu diperbaiki tak hanya di awal, tetapi juga di tengah dan akhir agar perbuatan kita tetap bernilai. - Ikhlas
Manusia akan binasa kecuali mereka yang berilmu dan mengamalkan ilmunya. Amalan yang tidak dilandasi keikhlasan akan menjadi sia-sia. Tingkatan ikhlas dalam ibadah pun beragam:
- Ikhlas tertinggi: beribadah karena cinta kepada Allah.
- Ikhlas sedang: beribadah dengan harapan pahala dan akhirat.
- Ikhlas terendah: beribadah karena takut akan siksa, baik di dunia maupun di akhirat.
Semoga kita selalu mampu menjaga niat dan ikhlas dalam setiap langkah, agar apa yang kita lakukan mendapat keberkahan dari Allah SWT.