
Resume materi Ust. H. Kusno, M.Ag oleh Ika, Mahasantriwati PPA Ibnu Katsir 2
Pengajian spesial Majlis IKADI pada 10 November 2024 bertepatan dengan Hari Pahlawan. Momen ini mengingatkan kita pada perjuangan heroik yang dipelopori oleh Bung Tomo dan arek-arek Suroboyo dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Namun, nilai-nilai kepahlawanan sejati sejatinya sudah hadir jauh sebelum itu, melalui Rasulullah Muhammad SAW, yang menjadi teladan universal sebagai rahmatan lil ‘alamin.
Jiwa Kepahlawanan Rasulullah SAW
Rasulullah Muhammad SAW adalah panutan abadi bagi umat manusia, baik yang hidup sezaman maupun setelahnya. Perjuangan pahlawan bangsa, termasuk dalam peristiwa 10 November 1945, tidak lepas dari inspirasi nilai-nilai yang diajarkan oleh beliau. Para pahlawan kita menghidupkan nilai-nilai yang diwarisi dari Rasul, para sahabat, tabi’in, syuhada, hingga pendiri bangsa ini.
Untuk mewujudkan jiwa kepahlawanan, terdapat tiga kunci utama: keimanan yang kokoh, keberanian yang tangguh, dan kesabaran yang berbuah kemuliaan.
1. Keimanan yang Kokoh: Fondasi Jiwa Pahlawan
Pahlawan sejati berawal dari keyakinan yang lurus dan pandangan hidup yang benar, yaitu keimanan yang terwujud dalam perilaku nyata. Rasulullah SAW bersabda, “Iman bukanlah angan-angan, tetapi apa yang menjelma dalam amal perbuatan” (HR. Abu Daud).
Keimanan mengajarkan bahwa hidup adalah anugerah Allah SWT. Manusia diberikan kebebasan memilih, tetapi setiap pilihan memiliki konsekuensinya: surga bagi yang beriman dan neraka bagi yang kafir. Dengan keimanan ini, pahlawan kita meyakini bahwa manusia tidak boleh diperbudak atau diintimidasi oleh sesamanya. Hakikat manusia sebagai makhluk mulia yang menghamba hanya kepada Allah tidak boleh direndahkan oleh ancaman atau tekanan dari siapa pun.
Kisah dialog antara Raja Hercules dan Abu Sufyan menggambarkan hal ini. Ketika Raja Hercules bertanya, “Apa yang dilakukan oleh Muhammad hingga mampu mengubah masyarakat jahil menjadi berilmu?” Abu Sufyan menjawab, “Beliau mengajarkan kami untuk hanya menyembah Allah dan menaati-Nya di atas segala-galanya.” Nilai ini pula yang diwarisi para pahlawan bangsa kita: hidup bebas dari ancaman, dengan tetap menjunjung tinggi kemuliaan manusia sebagai hamba Allah SWT.
2. Keberanian sebagai Jalan Kemuliaan
Jiwa kepahlawanan juga ditandai dengan keberanian. Rasulullah SAW bersabda, “Mukmin yang kuat lebih disukai Allah daripada mukmin yang lemah” (HR. Muslim). Keberanian tidak hanya berarti menghadapi ancaman, tetapi juga berani memperbaiki diri dan menunjukkan potensi terbaik.
Seorang pahlawan tidak menjadikan kelemahan sebagai alasan untuk menyerah. Sebaliknya, ia menjadikan setiap kelemahan sebagai peluang untuk bangkit dan menguatkan diri. Keberanian inilah yang membuat seorang mukmin dihormati dan mampu menghadapi segala tantangan.
3. Kesabaran yang Berbuah Kemuliaan
Selain keberanian, kesabaran adalah kekuatan yang harus dimiliki seorang pahlawan. Kisah Nabi Ya’qub AS menjadi teladan dalam hal ini. Ketika 10 anaknya memasukkan Nabi Yusuf AS ke dalam sumur dan membohonginya, Nabi Ya’qub tetap bersabar dan berdoa. Buah dari kesabarannya adalah pertemuan kembali dengan Yusuf AS, serta perubahan anak-anaknya menjadi pemimpin yang mulia di Mesir.
Kesabaran juga tergambar dalam peristiwa pasukan bergajah yang hendak menghancurkan Ka’bah. Abdul Muthalib, kakek Rasulullah SAW, tidak gentar menghadapi ancaman Raja Abrahah. Dengan tegas, ia berkata, “Ka’bah adalah milik Allah, dan Dia sendiri yang akan melindunginya.” Allah pun mengirim burung Ababil untuk menghancurkan pasukan Abrahah. Peristiwa ini menunjukkan bahwa segala sesuatu yang dipasrahkan kepada Allah akan mendapatkan pertolongan-Nya.
Menghidupkan Jiwa Pahlawan di Era Modern
Nilai-nilai kepahlawanan Rasulullah SAW dan para pendahulu kita tetap relevan hingga kini. Keimanan yang kokoh, keberanian yang tangguh, dan kesabaran yang tak tergoyahkan adalah bekal menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.
Sebagai umat Islam, kita harus terus menghidupkan semangat ini. Dengan meneladani Rasulullah SAW, kita dapat menjadi pahlawan masa kini yang tidak hanya membawa manfaat bagi umat, tetapi juga mendekatkan diri kepada ridha Allah SWT.
Wallahu a’lam.