Apa Kabar Rumahmu? | Majlis Dhuha Edisi Januari

Ringkasan materi pengajian Majlis Dhuha Edisi Januari oleh Husna, Mahasantriwati Ibnu Katsir 2

Mengapa shaf lelaki idealnya berada di depan atau shaf pertama? Jawabannya sederhana: agar tidak bersandar. Kebiasaan bersandar dapat menyebabkan masalah pada tulang punggung. Jika tulang punggung sudah bermasalah, bagaimana mungkin seorang lelaki mampu menjadi tulang punggung keluarga? Sebaliknya, wanita idealnya berada di barisan belakang agar mereka dapat bersandar, karena sejatinya wanita membutuhkan sandaran.

Sa’ad bin Abi Waqash meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad ﷺ bersabda: “Ada empat kebahagiaan seorang Muslim, di antaranya istri yang shalihah (al-mar’atus shalihah) dan rumah yang luas (al-maskanul waasi’).” (HR. Ahmad). Dalam memahami dalil, kita tidak boleh hanya membaca terjemahannya. Kita harus mendalami pesan yang terkandung di dalamnya. Jangan berhenti pada memahami arti, tetapi pahami pula maknanya.

Sebagai contoh, al-mar’atus shalihah berarti istri yang shalihah. Kata al-mar’ah menunjukkan bentuk tunggal. Sehingga beberapa dijadikan guyonan oleh para suami, “memiliki satu istri yang shalihah sudah membahagiakan, apalagi jika lebih”. Tentu saja, pemahaman ini sering ditentang oleh para istri.

Suami dan istri harus saling mengenal dan memahami karena karakter manusia bisa berubah. Jangan salah mengartikan peran: suami suka dilayani, sementara istri suka diperhatikan. Komunikasikan segala hal, sekecil apa pun, karena hal yang dianggap sepele bisa menjadi penting jika dibiarkan.

Al-maskanul waasi’ secara umum berarti rumah yang luas. Mengapa digunakan kata maskan dan bukan bayti? Sama seperti dalam bahasa Inggris, ada perbedaan antara “home” dan “house.” Keduanya berarti rumah, tetapi “home” lebih cocok disandingkan dengan “sweet” dalam frasa “home sweet home.”

Dalam bahasa Arab, bayti berarti rumah sebagai status, sementara maskan berarti tempat tinggal sebagai fungsi. Rumah bukan hanya untuk satu orang, tetapi untuk sepasang suami istri, bahkan sekeluarga. Kebahagiaan tidak ditentukan oleh luasnya rumah secara fisik, tetapi oleh kelapangan hati para penghuninya.

Kata maskan berasal dari akar kata sakana, yang mengingatkan kita pada kata sakinah (ketenangan). Dalam bahasa Arab, ada kata lain yang juga berarti ketenangan, yaitu tuma’ninah. Tuma’ninah biasanya dikaitkan dengan shalat, yaitu ketenangan yang didapat dari ibadah. Sedangkan sakinah adalah ketenangan yang muncul dari menghadapi masalah. Berumah tangga memang penuh tantangan, seperti menaiki roller coaster. Namun, kebersamaan dan keberkahanlah yang membuat rumah tangga bermakna.

Ketenangan hanya bisa diraih dengan pemahaman. Semakin paham, semakin tenang. Bagaimana seseorang bisa mencapai sakinah jika belum mampu meraih tuma’ninah?

Kuncinya ada pada syukur dan sabar!

Imam Hasan Al-Bashri berkata, “Tidak ada orang yang bisa bersabar sebelum dirinya pandai bersyukur.” Syukur adalah anak tangga pertama, dan sabar adalah anak tangga kedua. Jika anak tangga pertama saja tidak bisa dilewati, bagaimana mungkin mencapai anak tangga berikutnya? Salah satu cara mendapatkan ketenangan adalah dengan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Beberapa amalan yang bisa dilakukan di rumah untuk mendatangkan ketenangan antara lain:

  1. Mengucapkan salam saat masuk rumah, baik ada orang di dalam rumah maupun tidak.
  2. Membaca Al-Qur’an, khususnya surah Al-Baqarah.
  3. Memperbanyak shalat rawatib (qobliyah dan ba’diyah).
  4. Mendoakan orang lain tanpa sepengetahuan mereka. Doa tersebut akan diiringi doa dari malaikat, yang lebih cepat diijabah.

Selain itu, hendaknya lisan kita hanya mengucapkan doa atau kata-kata yang baik. Melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya adalah definisi takwa. Rasulullah ﷺ bersabda, “Lakukan semampu kalian dalam beribadah. Sedangkan apa yang dilarang, jangan dekati, bahkan berhenti total. Tidak ada toleransi.”

Islam telah mengatur kehidupan kita secara detail. Banyak hal yang tidak tampak secara kasat mata justru lebih bernilai, seperti rahmat, berkah, dan ridha Allah SWT. Rumah kita adalah rumah yang luas dengan kelapangan hati, tempat kita menikmati makna tuma’ninah dan sakinah yang sesungguhnya. Wallahu a’lam bishawab.