
Ringkasan materi Coach Dwi Sampurno oleh Husna, mahasantriwati Ibnu Katsir 2
Ungkapan “We are born to be REAL, not to be PERFECT” menjadi kesan pertama yang membekas saat mengikuti kajian Coach Feri. Pada pertemuan kali ini, tema yang diangkat masih berkaitan dengan kesadaran diri, keikhlasan, dan hubungan spiritual antara manusia dengan Allah ﷻ.
Coach Feri menyampaikan bahwa hidup ini sejatinya adalah antara kita dan Allah. Manusia lain hanyalah stimulus—sebagai “bumbu” pelengkap kehidupan. Tanpa izin Allah, tidak akan ada satu pun orang yang bisa membuat kita merasa kesal, tersakiti, atau terganggu. Mereka hanyalah perantara untuk menguji sejauh mana iman dan kesabaran kita.
Kebahagiaan identik dengan ketenangan. Ia adalah bentuk energi positif yang membuat seseorang lebih kuat dan mampu membahagiakan orang lain. Berbeda halnya dengan kegelisahan, yang muncul dari lintasan pikiran negatif. Negative thinking sangat mudah mengikat dan menyedot energi, membuat kita lelah bahkan sebelum bertindak.
Coach Feri mencontohkan saat Perang Badar, di mana Rasulullah ﷺ dan 300 sahabat menghadapi 1.000 pasukan Quraisy. Mereka tidak menghabiskan energi untuk mengeluh atau gelisah, melainkan menyimpan energi untuk kemenangan. Inilah pelajaran penting: arahkan energi kita untuk hal yang besar dan bermakna.
Coach Feri juga menjelaskan manfaat meditasi yang dapat meningkatkan kadar hormon oksitosin. Hormon ini dikenal sebagai hormon cinta dan berperan penting dalam proses melahirkan. Rasa sakit yang dialami ibu saat melahirkan yang setara dengan mematahkan 24 tulang rusuk, dapat diringankan dengan oksitosin, karena efeknya yang menenangkan dan memperkuat ikatan emosional ibu dan bayi.
Ada dua hal yang memicu produksi oksitosin:
- Trust & Happiness – Kepercayaan kepada Allah bahwa di balik segala hal pasti ada maksud baik.
- High Purpose – Memiliki tujuan besar yang membuat seseorang mampu bertahan dalam fase-fase sulit.
Ketika seseorang mampu mengambil hikmah, proses recovery dalam hidup akan berjalan lebih mudah dan cepat.
Penelitian menunjukkan bahwa orang yang tenang memiliki energi dua kali lipat dibanding orang biasa, serta memiliki potensi masa sehat 13% lebih tinggi. Ketenangan bahkan disebut sebagai syarat utama untuk menjadi pemimpin, karena bagaimana bisa seseorang memimpin orang lain jika ia belum selesai dengan dirinya sendiri?
Faktor eksternal yang memicu kegelisahan di antaranya:
- Perubahan hidup yang cepat
- Bias persepsi: menilai hidup orang lain hanya dari prasangka, bukan fakta
- Sulit bersyukur karena terlalu fokus pada apa yang belum dimiliki
- Lupa cara mengingat dan kembali kepada Allah
Coach Feri juga membagi tingkat kesadaran manusia dalam menghadapi kehidupan ke dalam tiga level:
Level Pertama – Ego Manusia
Ia percaya hidup hanya soal hubungan dengan manusia dan lingkungan. Jika diperlakukan buruk, ia membalasnya dengan perlakuan serupa. Emosinya mudah tersulut dan hidupnya jauh dari ketenangan.
Level Kedua – Percampuran Peran Allah dan Manusia
Mulai sadar bahwa ada campur tangan Allah dalam hidup. Namun, masih sering belum bisa menerima keadaan sepenuhnya.
Level Ketiga – Totalitas Tawakkal
Ia meyakini bahwa tidak ada satu pun yang terjadi di dunia ini kecuali atas izin Allah. Sebagaimana firman-Nya:
“Tidak ada satu daun pun yang jatuh melainkan Dia mengetahuinya.”
(QS. Al-An‘am: 59)
Dalam level ini, hanya ada “saya dan Allah”. Semua manusia lain hanyalah figuran, simulator dari Allah untuk menguji kadar iman dan kesabaran kita. Semakin berat ujian kita, semakin besar pula cinta Allah kepada kita.
Kebahagiaan tidak muncul karena semua keinginan terpenuhi, tetapi karena seseorang mampu ridha terhadap takdir Allah. Coach Feri menutup kajian dengan pesan yang dalam:
“Titik terhebat dalam hidup adalah saat kita bisa mengingat masa-masa kelam dengan senyuman.”
Ridha terhadap segala ketentuan Allah adalah jalan untuk meraih ridha-Nya. Maka, jika kita ingin Allah ridha kepada kita, mulailah dengan meridhoi semua yang telah ditentukan-Nya.