
Oleh Meri Kustiawati dan Khotimah, Mahasantri Ibnu Katsir 2
Sahabat Majlis Dhuha yang dirahmati Allah SWT, alhamdulillah setelah Ramadhan usai, Allah masih memberikan kita kesempatan untuk bisa bermajlis mencharger iman didampingingi murabbi ruhina yakni ustadz Sukri Nursalim, S.Pd.I al-hafidz dalam kajian Majlis Dhuha pada hari Ahad (05/05).
Selepas ramadhan, ada beberapa pertanyaan yang patut kita tanyakan pada diri kita sendiri.
Diantaranya, bagaimana kabar iman kita setelah ramadhan? Masihkah kita istiqamah dengan semangat ibadah kita sebagaimana di bulan Ramadhan, dan yang paling penting sudahkah kita mendapat predikat taqwa setelah ditarbiah di bulan Ramadhan?
Sahabat Majlis Dhuha, pertanyaan tadi sebagai bahan muhasabah kita bagaimana kondisi keimanan kita setelah Ramadhan. Perlu kita ketahui bahwasannya istiqamah itu sesuatu yang mahal. Salah satu nikmat yang paling besar setelah mendapatkan hidayah ialah istiqamah.
Namun pada kenyataannya, istiqamah itu mudah diucapkan namun sulit untuk dilakukan.
Hal ini terbukti saat ustadz Sukri bertanya apakah target tilawah kita di luar bulan Ramadhan sama dengan di bulan Ramadhan, apakah targetnya meningkat atau menurun?
Serempak jama’ah majlis dhuha menjawab, “menurun”.
Itu sebagai contoh kecil, betapa beratnya istiqamah.
Kabar baiknya, Allah memberikan kita peta sebagai petunjuk jalan untuk dapat istiqamah. Dalam QS. Al- An’am Allah SWT berfirman, yang artinya:
“Dan sungguh, inilah jalan Ku yang lurus. Maka ikutilah! Jangan kamu ikuti jalan-jalan (yang lain) yang akan mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Demikian Dia memerintahkan kamu agaar kamu bertaqwa”
Itulah wasiat Allah dalam QS. Al-ana’am ayat 156.
Jika sebelumnya kita merasa bahwa istiqamah itu sulit, maka setelah membaca ayat ini, kita akan mendapatkan petunjuk jalan menuju istiqamah. Dalam ayat ini Allah menunjukkan kepada kita, pertama yaitu peta jalan yang lurus yang harus kita ikuti yaitu jalan Allah yang mengantarkan kita pada keselamatan, kemenangan, dan kebahagiaan dunia dan akhirat.
Yang ke dua, Allah tunjukan bahwa peta jalan yang lurus itu adalah Al-Qur’an. Kemudian Allah perintahkan kita jangan sekali-kali mengkuti jalan yang lain, dan bagi siapa saja yang mengikuti wasiat Allah ini maka ia akan mendapatkan garansi menjadi hamba yang bertaqwa.
Ustadz Sukri menganalogikan dengan aplikasi daam handphon yaitu google maps. Kalau saja aplikasi google maps yang dibuat manusia memudahkan dan membantu manusia menunjukan jalan, lalu bagaimana dengan peta yang dibuat oleh Allah SWT, tentunya kita tidak akan tersesat.
Makna dari QS. Al- An’am tadi juga meupakan bagian dari relevansi do’a kita dalam shalat yaitu “Ihdinashiratal Mustaqiim”. Do’a ini minimal kita ulang dalam shalat kita sebanyak 17 kali.
Mengapa kita megulangnya sampai sebanyak itu dalam sholat? artinya, betapa pentingnya kita berdo’a memohon kepada Allah dibimbing kepada jalan yang lurus, karena kita tidak tahu bagaimana ujung hidup kita di dunia ini sepeti apa, apakah husnul khatimah atau su’ul khatimah.
Bisa jadi seorang hamba dipandang oleh manusia lain layaK masuk surga, namun ternyata akhir hidupnya menjadi ahli neraka. Begitu juga sebaliknya ada seorang yang dianggap manusia ahli neraka, namun pada akhr hidupnya ia menjadi ahli surga. Sehingga kata Rasulullah, amalan seseorang itu tergantung ujungnya.
Seperti apa kita mengakhiri hidup kita itulah gambaran bagaimana nasib kita di akhirat. Amalan kita dihadapan Allah tergantung bagaimana ujungnya. Oleh karena itu mengapa pentingnya kita untuk tetap istiqamah.
Sebagai suatu contoh, ustadz Sukri menceritakan satu kisah seorang pemuda yang dikenal sebagai orang yang tampan, terdepan dalam membela agama Allah, Penghafal Qur’an, dan sebagai salah satu orang yang paling diandalkan untuk menaklukan benteng romawi. Namun sayangnya pada akhir kehidupannya ia keluar dari agama islam karena tergoda oleh seorang wanita romawi.
Di sisi lain ada pula cerita seorang gembong narkoba di indnesia yang divonis hukuman mati. Sebelum divonis hukuman mati, ia mendapat kesempatan untuk bertaubat dan mengisi hari-harinya di penjara dengan beribadah kepada Allah. Sebelum dieksekusi mati ia shalat terlebih dahulu dan menyampaikan keinginan terakirnya agar matanya tidak ditutup ketika ditembak.
Inilah gambaran dari su’ul khatimah dan husnul khatimah, esensi dari kata istiqamah.
Sebagai mana kata Rasulullah, bahwa ujung yang menentukan kita masuk surga atau neraka adalah seperti apa kita mengakhiri hidup kita di dunia. Itulah mengapa penting bagi kita untuk istiqamah berada dalam keta’atan kepada Allah swt.
Lalu apa tanda orang yang mendapatkan kesempaan yang khusnul khatimah?
Pertama, dalam satu hadits disebutkan apabila Allah menghendaki kebaikan bagi seorang hamba, maka Allah akan sibukkan dia dengan amal-amal solih sampai akhir hidupnya.
Ada satu do’a yang diajarkan Rasulullah “allahummaj’al khaira umri akhirahu wa khaira amali khawatimahu wa khaira ayyamii yauma liqaaik”.
Artinya “ Ya Allah jadikanlah sebaik-baik umurku pada terakhirnya, dan sebaik-baik amalku adalah pada penutupnya, dan sebaik-baik hari ku adalah pada saat aku berjumpa dengan- Mu”.
Karena dalam menapaki jalan taqwa ini kita butuh kekuatan dan bimbingan dari Allah, kita tidak bisa mengandalkan usaha kita sendiri.
Kedua, ia wafat dalam keadaan kebiasaan ibadah nya ketika hidup. Ada seorang yang meninggal dalam keadaan sedang shalat, ada pula yang meninggal ketika tilawah Al-Qur’an. Tidak semua orang mendapat kesempatan demikian,iItulah karunia yang besar dari Allah. Apakah itu terjadi begitu saja? Tentu saja tidak, itu adalah buah dari istiqamah.
Ibnul Qayyim menyampaikan bahwa sesorang meninggal sebagaimana kebiasaan selama hidupnya. Maka dari itu istiqomahlah dalam melakukan dan kebaikan.
Sesungguhnya Allah mencintai amalan yang sedikit tapi istiqomah.
Jika kita senang melakukan kebaikan maka istiqomahlah, yang suka bersedekah subuh istiqomahlah, yang suka sholat duha dawamkanlah walau 2 rakaat, yang suka baca Al Quran one day one juz, teruskanlah.
Pun termasuk apa yang ada di genggaman kita sekarang yaitu gadget. Ia akan menjadi ladang kebaikan jika menggunakannya untuk menyebarkan kebaikan.
Sebaliknya, jika kita menggunakannya dalam keburukan seperti menyebarkan gosip, fitnah maka akan menjadi gadget ini akan menjadi saksi saksi bagi kita. Karena itu istiqomahlah dalam melakukan kebaikan jangan pernah berhenti sampai Allah menjemput kita.