
Ringkasan materi KH. Sukri Nursalim, S.Pd.I Oleh Ika Winarni, Mahasantri Ibnu Katsir 2
Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW memberi kabar gembira bahwa siapa saja yang menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga. Terlebih jika menuntut ilmu itu dilakukan di bulan-bulan haram yang dimuliakan oleh Allah, seperti bulan ini. Menuntut ilmu seharusnya menjadi bagian dari target harian setiap Muslim yang bertakwa.
KH. Sukri Nursalim membuka kajiannya dengan mengingatkan bahwa ketaqwaan seorang hamba dapat diukur dari dua hal: hubungannya dengan Allah dan interaksinya dengan sesama manusia. Dalam QS. At-Taubah ayat 36, Allah menegaskan agar kita tidak menzalimi diri sendiri, terutama di bulan-bulan haram.
Beliau menjelaskan, bentuk kezaliman terhadap diri sendiri tidak selalu tampak dalam tindakan ekstrem. Bisa jadi ia hadir dalam kebiasaan kecil yang dianggap wajar, namun ternyata merugikan jiwa dan tubuh. Seperti makan sembarangan tanpa mempertimbangkan kesehatan, bermalas-malasan sepanjang hari padahal tubuh butuh gerak, atau lebih memilih hiburan duniawi seperti konser, nongkrong hingga larut malam, daripada mengisi jiwa dengan menghadiri majlis ilmu.
Zalim terhadap diri sendiri juga bisa terjadi ketika kita membiarkan jiwa kita kehausan akan ilmu dan hikmah, namun malah terus dipuaskan dengan hal-hal duniawi yang fana. Padahal di bulan haram, pahala dilipatgandakan, dan begitu pula dosa. Bahkan niat buruk saja bisa mendatangkan dosa yang lebih berat dibanding bulan-bulan biasa.
KH. Sukri juga mengingatkan bahwa dalam QS. Al-Balad ayat 10, Allah SWT telah menunjukkan dua jalan kepada manusia: jalan takwa (تقوى) dan jalan fujur (فجور)—yakni jalan kebaikan dan jalan kejahatan. Takwa adalah sikap sadar, tunduk, dan patuh kepada Allah, sementara fujur mencerminkan maksiat, penyimpangan, dan tindakan tercela. Setiap manusia diberi kebebasan memilih, dan Allah pun telah memberikan petunjuk serta kemampuan untuk mengambil keputusan yang benar.
Salah satu penyakit hati yang paling sering menyeret manusia pada kebinasaan adalah lalai. Bukan karena seseorang tidak shalat atau tidak membaca Al-Qur’an, melainkan karena ia terus menunda-nunda dan merasa cukup dengan niat tanpa amal. “Iblis tidak selalu mencegah, ia hanya menunda,” ujar beliau mengingatkan. Penundaan menjadi pintu bagi kelalaian, dan kelalaian menjadi sebab datangnya azab. Bahkan jika seseorang diberi kesempatan hidup kembali untuk beramal, tanpa kesungguhan, ia akan tetap jatuh dalam kelalaian yang sama.
KH. Sukri juga menyinggung peristiwa duka yang masih hangat dalam ingatan, yakni kecelakaan tragis yang merenggut nyawa 10 guru Qur’an dalam perjalanan menuju takziyah. Peristiwa ini menjadi pengingat bahwa kematian datang tanpa permisi. Ada yang sakit bertahun-tahun namun tetap hidup, sementara yang sehat wal afiat bisa saja meninggal seketika. Maka, setiap Muslim dituntut untuk selalu bersiap—mengingat kematian kapan pun dan di mana pun, serta menghadirkan kesadaran bahwa malaikat maut bisa saja menjemput sesuai perintah Allah, tanpa bisa kita tolak.
Mari menjadikan bulan haram sebagai momentum memperkuat takwa. Bukan hanya dengan meningkatkan amal, tetapi juga dengan menjauhi kelalaian yang merugikan diri sendiri, agar hidup kita senantiasa diberkahi, dan kelak dapat menghadap Allah dalam keadaan husnul khatimah.